Small glass of Piccolo in my hand. |
Saya nggak gila infotainment, kepoin artis, atau ngefans
sama satu atau dua pesohor lainnya. Kalau saya tiba-tiba senang ngopi di
Filosofi Kopi, bisa dipastikan bukan karena pemiliknya yang ganteng dan
terkenal itu.
Saya sudah nonton filmnya sih, Filosofi Kopi, ceritanya
lumayan keren dan tempatnya asik. Agaknya itu juga yang mengusik rasa penasaran
kami untuk berkunjung ke kafe di bilangan Blok M Square tersebut.
![]() |
Selalu disajikan hangat dalam gelas kecil. |
Dan ya, Filosofi Kopi mengenalkan Piccolo pada kami.
Sejatinya kopi ini adalah ristretto, bagian terbaik dari proses ekstraksi
espresso, yang dicampur dengan susu. Namun rasa kopi itu lebih kuat ketimbang
lemak susunya. Pahitnya kopi ini memberi sensasi berbeda dari kopi lain. Dari
sini saya baru mengenal karakter kopi yang ternyata saya suka dan cari selama
ini.
Pengunjung menikmati waktu di Filosofi Kopi |
Menanti pelanggan. |
Syahdan, Piccolo di kafe ini menjadi yang terbaik di
lidah saya, hingga detik ini. Mementahkan segala rasa manis yang ditawarkan
kopi susu kekinian, caffe latte, cappuccino, frappe, macchiato, dan sejenisnya.
Eh, tapi saya belum menolak yang lain kok. Kadang yang
manis dan dingin itu juga memberi penawar yang mujarab bagi sakit kepala karena
mumet atau stress. Tapi jelas porsinya di hati saya sedikit saja. Hehehe..
![]() |
Vietnam Drip, salah satu favorit saya juga. |
Pie coklatnya...endossss.. |
French fries, teman asik minum kopi. |
Banyak juga cemilan lezat di sini. French Fries dan
Chocolate Pie jadi favorit anak saya. Ada juga pancake, churros, dan cake-cake
lainnnya.
Sayup musik indie yang mengalun di dalam kafe yang dingin
membuat otak saya tiba-tiba jernih dan seketika ingin menulis. Untuk yang butuh
konsentrasi dan ketenangan sejenak dengan pekerjaan, waktu kafe baru buka
(pukul 11.00) sangat saya rekomendasikan. Karena jelang siang biasanya kafe
mulai ramai, dan padat di sore hari. Tak pernah ada sepi di Filosofi Kopi.
Comments
Post a Comment