Pilah Pilih Film Kartun untuk Si Kecil



Who lives in a pineapple under the sea
Spongebob squarepants

Absorbant and yellow and porous is he
Spongebob Squarepants

If nautical nonsense be something you wish
Spongebob Squarepants

Then drop on the deck and flop like a fish
Spongebob Squarepants

Anda mungkin akrab dengan lirik lagu itu? Begitu saya tahu liriknya dulu, saya hampir nggak pernah absen menyanyikannya tiap hari. Yup. How I love cartoons….

Lucu juga ya, udah tua gini masih suka kartun. Suami saya aja sampai geleng-geleng kepala. Biarin ah, yang penting saya happy….

Mungkin itu juga yang bikin anak saya betah nonton film kartun di depan TV. Karena kita nontonnya barengan. Ketawa barengan. Saling berkomentar. Apa yang saya suka, mostly dia juga suka.

Eits, tapi ternyata nggak semua film kartun bisa dia cerna dengan baik.  Karena film-film kartun dibuat dengan range usia tertentu. Sebut saja The Simpson, Spongebob, Rabbids Invasion, bahkan Crayon Shinchan, kontennya kadang tidak cocok untuk anak-anak.

Anak usia balita seperti anak saya, sangat senang meniru apa yang ia lihat. Bahkan ia cenderung menjadikan media audio visual sebagai media pembelajaran. Dia belajar warna, huruf bentuk, semua dari tayangan-tayangan film kartun baik di TV maupun Youtube.

Si kecil hampir tiap hari nonton film kartun di Youtube.

Saya pun pada akhirnya harus berterima kasih pada Youtube yang membuatnya menghapal warna, belajar bahasa Inggris, dan mengenal banyak bentuk. Dia pun senang menonton televisi, terutama film-film kartun seperti Ipin Upin, Thomas and Friends, Tayo, Robocar Poli, Chuggington, dan Doraemon. Tapi apapun yang ia lihat harus tetap saya awasi, terutama kontennya.

Saat dia berumur satu hingga dua tahun, dia masih belum banyak mengerti ceritanya. Ia cenderung memperhatikan gerak-gerik animasi yang lucu dan berwarna-warni. Tapi ketika dia mulai menguasai kosakata, dia akan tertarik dengan isi ceritanya. Nah.. di sini saya mulai kecolongan.

Ada cerita menarik ketika dia mengenal kata “takut”. Awalnya dia saya bacakan buku cerita Thomas and Friends. Ceritanya, Henry, salah satu teman Thomas dikenal sebagai kereta yang penakut dan selalu khawatir.

Pada suatu malam angin bertiup sangat kencang, Henry takut angin ini akan menumbangkan pepohonan di hutan. Cerita berakhir bahagia, ketika pohon-pohon yang tumbang diangkut dan diganti dengan bibit-bibit pohon yang baru. Henry pun tersenyum lagi.

Sayangnya bukan itu yang ditangkap anak saya, dia lebih fokus pada rasa takut dan khawatir Henry. Saya perhatikan tiba-tiba dia menjadi peragu dan kadang takut akan beberapa hal.

Tak berhenti di situ. Dia juga menolak makan sayur bayam dengan alasan pahit. Kata “pahit” ini dia dapat dari percakapan Ipin dan Upin pada Opah (nenek). Ipin dan Upin menolak makan sayur bayam yang ditawarkan Opah karena rasanya pahit. Padahal anak saya ini nggak mengerti pahit itu apa. Hadeeh..

Kesimpulan saya, anak seusia anak saya yang masih menyerap makna kata-kata sebaiknya “disuapi” dengan hal atau muatan positif. Kata-kata bermuatan positif ini yang akan diketahui, diulang-ulang dalam otaknya, dicerna, dan dipraktikkan di kehidupan sehari-hari.

Anak saya memang ternyata belum bisa menyerap terlalu banyak cerita rumit dalam film kartun. Bahkan yang buruk atau jahat pun dia belum mengerti. Heheh.. sengaja tidak saya ajak nonton film superhero, karena masih banyak kekerasan fisik-menurut saya, yang dia belum siap pelajari.

Saya pun mencoret daftar tontonan seperti anime, yang terkadang memasukkan unsur perempuan cantik dan seksi, dibalut kisah-kisah romantis. Tidak semua anime memang, tapi dari segi alur cerita yang naik turun, bersambung dan berjilid-jilid jelas membawa kita pada genre tontonan remaja hingga dewasa.

Saya suka Thomas and Friends, ceritanya sederhana, klasik, dan banyak penggambarannya sesuai dengan aslinya. Bentuk-bentuk lokomotif dalam kartun Thomas di dunia nyata memang ada. Anak saya bisa belajar banyak tentang kereta api, warna, angka (karena setiap kereta ada angkanya), dan lain-lain. Tapi itu pun saat menonton tetap saya damping, karena tidak semua tokoh kereta punya karakter yang baik.

Begitu juga halnya pada film-film sejenis seperti Cars, Chuggington, dan Robocar Poli. Agak ribet sih, karena kita harus mendampingi setiap saat. Tapi penyeleksian tontonan ini memang penting banget untuk tumbuh kembangnya. 

Saya akhirnya harus berterima kasih juga pada Youtube, yang mengajarkan anak saya banyak lagu-lagu anak, warna, bentuk, angka dan huruf. Di saat Emak rempong banget di dapur, Youtube ini jadi penyelesaian efektif untuk menenangkan bocah. Hahaha… (Ini menurut saya saja lho..)

Easy and Fun Learning English

Saya dulunya adalah anak yang berkembang dari film kartun. Buat saya menonton film kartun itu seperti mendengarkan dongeng yang bisa dilihat. Tak berhenti di situ, saya pun belajar bahasanya.

Sangat menyenangkan menyaksikan tayangan yang memakai bahasa aslinya, bukan seperti film kartun jaman now yang selalu di-dubbing bahasa Indonesia. Dari nonton film kartun ini saya jadi tahu betapa menyenangkannya belajar bahasa Inggris. Apalagi mendengar karakter suara para dubber yang sangat kuat mengisi suara tokoh-tokoh kartun. Saya bahkan sempat tertarik untuk mempelajari teknik animasi dan dubbing.

Btw, daftar tontonan saya kecil dulu; semua kartun Walt Disney (Donald Duck, Mickey Mouse, Cinderella, Snow White, dll), produksi Warner Bros (Looney Tunes,  Tiny Toon). Ada juga The Simpsons dan Rugrats,

Saya juga nonton berbagai produk kartun dan anime Jepang  (dubbing Indonesia) seperti Doraemon, Dragon Ball, Ninja Hatori, Detektif Conan, Crayon Shinchan, Ranma ½, . Muatannya tidak semua untuk anak-anak sih, untungnya saya mulai menonton film-film itu saat beranjak remaja.

So, I think it’s okay if the kids love to watch cartoons.. tapi kita sebagai orangtua harus pegang kendali. Sekadar sharing, ini tips dari saya dan dari beberapa sumber yang saya kutip :
1   
1    1.  Pilih kartun yang sesuai dengan usianya. Anak balita yang masih senang meniru dan punya rasa ingin tahu yang tinggi, sebaiknya disodorkan film-film kartun bermuatan ringan. Cerita sederhana dengan konflik yang ringan. Banyak pelajarannya dan tidak ada kekerasan di dalamnya. Seperti Tayo, Curious George, Robocar Poli, Thomas and Friends, Planes, Paw Patrol, Winnie The Pooh, dan lain-lain.

      2. Untuk usia batita, pilih jenis animasi pembelajaran, misalnya tentang warna, bentuk, bermacam-macam buah, hewan, kendaraan, dan lain-lain.
3
      3. Batasi waktu menonton, antara 1 hingga 2 jam per hari. Sebisa mungkin kita pun mendampinginya menonton dan menjelaskan apa yang tidak dimengerti.
      
      4. Jelaskan lagi pada anak tentang akibat perbuatan negatif karakter tokoh kartun yang ia tonton. Sebaliknya, tonjolkan perbuatan positifnya, support anak untuk mengikutinya.
5.    Pilih kartun berbahasa Inggris, dengan atau tanpa subtitle, untuk melatih anak berbahasa Inggris.

     Sedikit masukan, karena saya cinta kartun, anak saya pun senang menonton kartun. Dia sangat senang kalau saya menemaninya menonton. Saya pun mulai mempengaruhi selera tontonannya. Saya selalu memilihkan acara-acara televisi yang bermutu dan sesuai umurnya dan saya juga skip tayangan sinetron, jenis apa pun, hehehe.. Selamat menonton dan bersyenang-syenaaang... 

Comments