Gegara si kecil suka diecast, saya dan suami pun
ikut-ikutan mengumpulkan mobil-mobil mainan berbodi besi tersebut. Kalau ke
minimarket mata bawaannya jadi jelalatan ke bagian mainan anak. Ada koleksi
baru nggak yaa.. hehehe..
Dilihat dari kualitas, mobil diecast memang lebih baik.
Menyerupai aslinya, dan relatif kokoh, nggak gampang rusak (asal nggak dibanting
terus apalagi dibawa main ke kamar mandi).Bentuknya yang mungil sesungguhnya
bisa menjadi penghias unik lemari dan meja kerja. Itu ide awal saya
mengumpulkan diecast.
Tapi ternyata mengoleksi bukan sekadar jadi hobi yang
memanjakan mata saja. Dari hobi ini wawasan saya tentang industri mobil dan
diecast bertambah. Baik dari merk, jenis, hingga peristiwa atau sejarah yang ada
di balik mobil itu. Semakin jadul atau langka jenis dan merk mobilnya semakin collectible.
Semakin mirip dengan aslinya, makin layak dikoleksi.
Thomas and Friends
Ssst.. saya pun mengoleksi diecast Thomas and Friends
lho, wkwkwk. Kakak saya cuma geleng-geleng kepala kalau lihat koleksi mainan
saya ini. Kelihatannya emang nggak cocok sama umur ya..
![]() |
Beberapa diecast Thomas and Friends koleksi kami. |
Saya memang suka dengan filmnya. Anak-anak banget,
ceritanya mendidik dan karakter tokohnya pun kuat. Keretanya banyak macamnya,
dan hey.. jangan salah, kereta Thomas and Friends itu saya perhatikan memang
banyak yang menyerupai aslinya. Saya pun belajar banyak tentang jenis kereta
dari film ini. Karena itu saya mengoleksi mainannya.
Buku Anak hingga Sastra
Ketika kami pindah rumah, koper kami dipenuhi dengan
buku. Rasanya membawa buku itu lebih penting ketimbang bawaan lain seperti pakaian,
sepatu, atau peralatan masak.
Mengapa penting,
karena bagi saya selain berisi wawasan buku membentuk karakter seseorang. Saya
berkenalan dengan buku saat kecil dari hasil ubek-ubek lemari buku ibu saya.
Ada sebuah buku anak berjudul “Anak Nelajan”, yang membuat saya jatuh cinta
pada baca-bacaan.
![]() |
"Lima Sekawan" karya Enid Blyton. |
Sejak itu saya mulai banyak membaca. Majalah Bobo,
Ananda, berbagai karya Enid Blyton, Astrid Lindgren, Alfred Hitchcock, serta berbagai
komik seperti Asterix, Nina, Smurf, Lucky Luke, dan lain-lain. Setelah remaja
saya mulai mengenal Lupus, Olga, Agatha Christie, dan beberapa majalah seperti
Hai dan Kawanku.
Masuk kuliah saya pun menjadi penggila sastra. Koleksi
buku sastrawan Pramoedya Ananta Toer, Umar Kayam, Ahmad Tohari, dan Seno Gumira
Ajidarma mengisi rak lemari buku saya. Itu belum seberapa dengan berbagai buku
sejarah, sosial, budaya, dan politik lainnya.
Eh..tapi saya masih mengoleksi buku anak lho. Saya baru
aja menamatkan koleksi novel Lima Sekawan-nya Enid Blyton. Saat kecil dulu mana
punya uang untuk beli buku, paling-paling pinjam sepupu atau nyari ke
perpustakaan. Begitu terus sampai SMA.
Setelah bisa cari uang sendiri barulah paham, buku itu
sebenarnya investasi. Investasi ilmu dan wawasan. Sebaiknya tidak pinjam,
apalagi dipinjamkan. Pssst.. buku-buku best seller yang isinya memang bagus kalau
sudah langka di pasaran, harganya bisa berkali-kali lipat lho.. Bisa jadi
peluang usaha juga kan..? Hehehe.
Comments
Post a Comment